BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah:
Dewasa ini semua perusahaan
membutuhkan tenaga kerja yang memiliki kemampuan yang tinggi didalam
menjalankan perusahaan atau institusi, maka semua tenaga kerja di tuntut
produktivitas kerjannya.
Maka Produktivitas tenaga kerja merupakan
salah satu ukuran perusahaan dalam mencapai tujuan organisasi. International Labour Organization (ILO) yang
dikutip oleh Hasibuan (2005)
mengungkapkan bahwa secara lebih sederhana maksud dari produktivitas merupakan
perbandingan secara ilmu hitung antara jumlah yang dihasilkan dan jumlah setiap
sumber yang dipergunakan selama produksi berlangsung. Sumber daya manusia merupakan
elemen yang paling strategik dalam organisasi, harus diakui dan diterima oleh
manajemen.
Peningkatan produktivitas kerja
hanya mungkin dilakukan oleh manusia.
tenaga kerja merupakan faktor determinan dalam mengukur produktivitas
kerja suatu perusahaan atau institusi, Dapat dikatakan bahwa produktivitas
itu perbandingan antara hasil dari suatu
pekerjaan karyawan dengan pengorbanan yang telah dikeluarkan. Hal ini sesuai
dengan pendapat bahwa produktivitas merupakan: “Kemampuan memperoleh manfaat yang
sebesar-besarnya dari sarana dan prasarana yang tersedia dengan menghasilkan
output yang optimal bahkan kalau mungkin yang maksimal. (siagian,2002).
Anoraga dan Suyati, (1995) produktivitas
mengandung pengertian yang berkenaan dengan konsep ekonomis, filosofis dan
sistem. Sebagai konsep ekonomis, produktivitas berkenaan dengan usaha atau
kegiatan manusia untuk menghasilkan barang atau jasa yang berguna untuk
pemenuhan kebutuhan manusia dan masyarakat pada umumnya.
Penelitian sebelumnya memperlihatkan bahwa produktivitas sangat
dipengaruhi oleh faktor: knowledge, skills, abilities, attitudes, dan
behaviours dari para pekerja yang ada di dalam organisasi sehingga banyak
program perbaikan produktivitas meletakkan hal-hal tersebut sebagai
asumsi-asumsi dasarnya. Pengertian lain dari produktivitas adalah suatu konsep
universal yang menciptakan lebih banyak barang dan jasa bagi kehidupan manusia,
dengan menggunakan sumber daya yang serba terbatas
Karyawan dan
perusahaan/institusi merupakan dua hal
yang tidak bisa dipisahkan. Karyawan memegang peran utama dalam menjalankan
roda kehidupan perusahaan/institusi. Apabila karyawan memiliki produktivitas
dan motivasi kerja yang tinggi, maka laju perkembangan pun akan berjalan lancar, yang akhirnya akan
menghasilkan kinerja dan pencapaian yang baik bagi perusahaan atau institusi.
Disisi lain, bagaimana mungkin perusahaan atau isntitus akan berjalan dengan baik, bila karyawannya bekerja tidak produktif, artinya
karyawan tidak memiliki semangat kerja yang tinggi, tidak tekun dalam bekerja dan memiliki kemampuan yang rendah.
Jadi tugas manajemen agar karyawan memiliki
semangat kerja dan kemampuan yang tinggi
serta tekun dalam bekerja. Berdasarkan
pengalaman yang dimiliki oleh karyawan dan ada beberapa buku yang pernah saya baca, biasanya
karyawan yang produktivitas kerjanya tinggi
apabila perusahaan akan memberikan lebih dari apa yang
diharapkan dan ia akan terus berusaha memperbaiki kinerjanya. Sebaliknya
karyawan yang produktivitas kerjanya rendah, cenderung melihat pekerjaan
sebagai hal yang menjemukan dan membosankan, sehingga ia bekerja dengan
terpaksa dan asal-asalan. Untuk itu bagi
institusi atau perusahaan harus mengenali faktor-faktor apa saja yang membuat
karyawan puas bekerja di institusi atau perusahaan tersebut.
Maka produktivitas pun akan meningkat, banyak institusi atau perusahaan berkeyakinan bahwa
pendapatan, gaji atau salary merupakan faktor utama yang mempengaruhi produktivitas
kerja karyawan. Sehingga ketika institusi
atau perusahaan merasa sudah memberikan gaji yang cukup, ia merasa bahwa
karyawannya sudah puas dan mampu akan bekerja dengan baik.
Namun banyak
faktor yang mempengaruhi produktivitas kerja karyawan, diantaranya kesesuaian
pekerjaan, kebijakan organisasi termasuk kesempatan untuk berkembang,
lingkungan kerja dan perilaku atasan.
Untuk lebih meyakini bahwa
kesempatan berkembang merupakan faktor utama bagi produktivitas kerja karyawan,
kita dapat membandingkan tingkat produktivitas karyawan baru dan karyawan lama di Institusi
atau perusahaan. Karyawan baru cenderung mempunyai tingkat produktivitas kerja lebih rendah dibandingkan karyawan yang masa kerjanya lebih
lama. Hal ini dikarenakan, biasanya karyawan baru belum memiliki pengalaman
yang cukup sehingga perlu mendapatkan perhatian dari pimpinan dan karyawan yang sudah bekerja
lama termasuk pimpinan Rumah sakit setempat. Perhatian ini dikarenakan sebagai
karyawan baru, tentu pihak manajemen akan menjelaskan tanggung jawab dan tugas
mereka Sehingga terjalin komunikasi
antara atasan dan bawahan juga termasuk karyawan lama, Hal ini membuat mereka
merasa diperhatikan dan bersemangat untuk bekerja.
Bahkan tidak sedikit karyawan baru yang
mendapatkan beberapa training untuk menunjang tugasnya di awal masa kerja, Sementara
itu, karyawan lama yang sudah bekerja dalam kurun waktu tertentu, akan
merasakan kejenuhan. Mereka menginginkan adanya perubahan dan tantangan baru
dalam pekerjaannya. Tantangan ini
mencakup baik dari sisi besarnya tanggung jawab atau mungkin jenis pekerjaan.
Ketika institusi atau perusahaan tidak memberikan kesempatan kepada
mereka untuk berkembang, hal ini akan membuat mereka demotivasi, malas bekerja
dan produktivitasnya turun. Apabila perasaan ini dirasakan oleh sebagian besar
karyawan lama, bisa dibayangkan betapa rendahnya tingkat produktivitas
pelayanan secara keseluruhan dan bila dibiarkan pelayanan akan merugi
masyarakat di kabupaten Bobonaro.
Penelitian ini dilakukan pada Hospital Ref.Maliana, Timor Leste jalan Raimaten odomau Maliana, distrik Bobonaro Hospital Ref.Maliana (sebagai institusi pemerintah ) didirikan pada tahun 1983 yang terkenal dengan nama Rumah Sakit Umum Daerah Maliana, Timor-Timur pada jaman Indonesia
merupakan salah satu unit usaha yang berlokasi di kecematan Maliana, jalan Raimaten odomau Distrito Bobonaro.
Perubahan yang terjadi antara lain; perubahan struktur organisasi, dimana sebelum
tahun 2002, Hospital Ref.Maliana ini dikuasai oleh orang-orang Internacional.
Setelah merdeka
tahun 2002, struktur organisasi berubah dan dikuasai oleh
orang-orang Timor-Leste sendiri.
Ketika orang-orang internacional memegang kendali Hospital
Ref.Maliana, mereka lebih menekankan pada
profesionalisme karyawan dimana kerja-kerja individual lebih dominan dari pada
kerja-kerja kolektif.
Pada waktu itu perencanaan atau perekembangan
karier karyawan kurang mendapat perhatian, karena semua karyawan yang direkrut
sudah memenuhi standar profesionalisme. Namun setelah Hospital Ref.Maliana lahir tahun 2002, Hospital Ref.Maliana mengalami kesulitan untuk
merekrut karyawan yang profesional, akibat krisis politik pasca referendum,
dimana banyak orang menjadi pengungsi.
Pada fase awal, Hospital
Ref.Maliana bekerja keras untuk
mengembangkan karier karyawannya dan berusaha untuk memberi kepuasan melalui
gaji. Hal ini dilakukan untuk dapat memotivasi karyawan dalam meningkatkan produktivitas kerja di Hospital Ref.Maliana tersebut.
Beberapa
masalah pengembangan karier di Hospital Ref.Maliana terutama diindikasikan oleh hal-hal berikut:
Proses pengembangan karier tidak terprogram dengan baik, masih mengandung
perilaku kolusi, dan nepotisme; karyawan/staf yang telah menyelesaikan
pendidikan sarjana kesulitan untuk menyesuaikan golongan.
Masalah-masalah
yang berkaitan dengan gaji diperlihatkan dengan kebijakan gaji di Hospital Ref.Maliana gaji sangat rendah namun dengan kebijakan pemerintah
untuk menaikan gaji professi , diantaranya: besarnya gaji
masih kurang mampu memenuhi kebutuhan hidup layak, sering terjadi keterlambatan
pembayaran gaji, gaji karyawan/staf sangat berbeda antara satu dengan
yang lainnya bila dokter gajinya akan lebih besar dari perawat maupun bidan
meskipun pengalamannya belum ada.
Apabila
salah satu faktor-faktor produktivitas kerja tidak
terpenuhi, akan berakibat kepada perilaku karyawan/staf yang akhirnya akan
membawa kepada buruknya kinerja karyawan.
Motivasi
merupakan keadaan pribadi seseorang yang mendorong keinginan untuk melakukan
kegiatan-kegiatan guna mencapai suatu tujuan akhir berupa produktivitas kerja.
Sehingga
dapat disimpulkan bahwa motivasi dapat mempengaruhi cara karyawan mengevaluasi
aspek pekerjaan atau lingkungan pekerjaan seperti: kepuasan terhadap gaji, kondisi
pekerjaan dan supervisor. Produktivitas kerja yang
meningkat berarti perbaikan kualitas hidup yang lebih baik.
Berikut
ini alasan-alasan penting yang menunjukkan bagaimana peran pengembangan karier
dan gaji dapat memotivasi karyawan/staf dalam meningkatkan produktivitas kerja di institusi atau perusahaan.
Pertama,
pengembangan karier (Career Development)
Noe,dkk (2007), mengemukakan bahwa
pengembangan karier mengacu pada pendidikan formal, pengalaman
kerja, hubungan pekerjaan, penilaian kepribadian dan kemampuan yang membantu
para karyawan mempersiapkan dirinya di masa yang akan dating. aktivitas kepegawaian yang membantu
karyawan-karyawan merencakan karier masa depan mereka di perusahaan agar
perusahaan dan karyawan bersangkutan dapat mengembangkan dirinya secara
maksimum Mangkunegoro, (2001). Salah satu cara mengembangkan
karier karyawan adalah melalui promosi, yakni perpindahan yang memperbesar
wewenang dan tangung jawab karyawan/staf ke jabatan.
Gaji
adalah pemberian kepada karyawan/staf dengan pembayaran finansial sebagai balas
jasa untuk pekerjaan yang dilaksanakan dan sebagai motivator untuk pelaksanaan
kegiatan di waktu yang akan datang Handoko
dan Sukanto (1996).
Studi
pemberian imbalan Berkowitz dan rekannya memperoleh kesimpulan bahwa nilai yang
dirasakan dari kerja dan penghargaan imbalan atas diri seseorang merupakan
peramal yang penting untuk kepuasan atas gaji Berkowitz, pada Sjafri (2003).
Apabila tingkat perolehan imbalan dirasakan
kurang adil, maka pemegang pekerjaan akan mengalami ketidakpuasan dan mencari
jalan untuk mencari imbalan yang lebih besar Gibson, (1992).
Penjelasan-penjelasan di atas telah
memperlihatkan bagaimana pentingnya faktor pengembangan karier dan gaji
berpengaruh terhadap motivasi karyawan/staf dalam meningkatkan produktivitas
kerja.
Baik
secara teoritis maupun empiris menunjukkan bahwa adanya hubungan yang erat
antara perencanaan karier dan gaji terhadap motivasi karyawan/staf dalam
meningkatkan produktivitas kerja.
Implikasinya,
apabila kebijakan pengembangan karier, kebijakan gaji tidak di perhatikan maka
muncul ketidakpuasan karyawan atas karier dan gaji sehingga dapat berpengaruh
pada motivasi karyawan/staf di perusahaan dalam meningkatkan produktivitas kerja. Seharusnya institusi atau perusahanan
memperhatikan dengan baik faktor-faktor tersebut sehingga dapat mendorong
tingginya produktivitas kerja
karyawan/staf pada institusi atau perusahaan.
Alasan-alasan
logis tersebut menjadi dasar yang kuat bagi peneliti untuk mengkaji hubungan
antara pengembangan karier dan gaji
terhadap motivasi karyawan/staf dalam meningkatkan produktivitas kerja karyawan yang terjadi di dalam
perusahaan atau institusi.
Sesuai
dengan hasil wawancara peneliti dengan Direktur Hospital
Ref.Maliana bahwa diantara sekian banyak
faktor-faktor di atas, yang masih menjadi masalah adalah promosi karier dan
jabatan.
Dr. B.F.Moniz, selaku Direktur
executive pada Hospital Ref. Maliana menjelaskan faktor-faktor
yang paling utama yang perlu di perhatikan adalah masalah bagi
karyawan/staf, yakni : Pengembangan
karier, Gaji , dan produktivitas kerja karyawan/staf di dalam institusi atau perusahaan. Sehingga peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
terhadap pengembangan karier, gaji terhadap
produktivitas kerja dengan motivasi kerja sebagai factor interven dalam
melaksanakan tugas seorang karyawan atau staf di Hospital Ref.Malina, Timor
Leste.
1.2. Rumusam
Masalah
Sesuai dengan latar
belakang masalah diatas maka peneliti dapat
merumuskan masalah-masalah sebagai kajian penelitian adalah pengembangan karier
dan gaji terhadap motivasi karyawan/staf, dalam meningkatkan produktivitas kerja di Hospital Ref.Maliana Sesuai
dengan hubungan yang telah dibatasi tersebut, maka rumusan masalahnya adalah :
- Apakah pengembangan karier berpengaruh terhadap Produktivitas kerja karyawan/staf di Hospital Ref.Maliana
- Apakah gaji berpengaruh terhadap produktivitas kerja karyawan/staf di Hospital Ref.Maliana
- Apakah motivasi karyawan/staf berpengaruh terhadap produktivitas kerja di Hospital Ref.Maliana?
1.4. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini sesuai dengan rumusan masalah di
atas, yakni:
- Mengetahui pengaruh pengembangan karier terhadap produktivita kerja karyawan/staf di Hospital Ref.Maliana)
- Mengetahui pengaruh gaji terhadap produktivitas kerja karyawan/staf di Hospital Ref.Maliana
- Mengetahui pengaruh motivasi karyawan/staf terhadap produktivitas kerja karayawan/ staf di Hospital Ref.Maliana.
1.5. Manfaat Penelitian
- Untuk memberikan masukan kepada institusi atau perusahaan agar memperhatikan terhadap proses pengembangan karier dan gaji pada pegawai/ karyawan Hospital Ref.Maliana.
- Untuk memberikan Kontribusi dan masukan dalam praktek pengelolaan sumber daya manusia bagi Hospital Ref.Maliana dalam peningkatan produktivitas kerja karyawan dalam memberikanpelayanan kepada masyarakat.
- Sebagai suatu criteria untuk menyelesaikan study pada program Magister Of Manajemen di Universitas Kristen Satya wacana.
- Sebagai Referensi bagi peneliti yang akan datang dalam mengkaji masalah yang sama .
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi dan Nalar Konsep
2.1.1. Pengembangan Karier.
Pengembangan karier karyawan dapat diartikan
sebagai upaya-upaya pribadi seseorang karyawan untuk mencapai suatu rencana
karier yang dibantu oleh manajemen sumber daya manusia untuk mencapainya.
Berikut diungkapkan oleh T. Hani Handoko (2002), mengenai teknik-teknik yang
dapat digunakan oleh karyawan dalam pengembangan karier:
a.
Prestasi kerja, kegiatan yang
penting dalam pengembangan karier adalah menunjukan prestasi kerja yang baik,
karena hal ini mendasari pengembangan karier yang lainnya dan prestasi yang
baik sebagai pinilaian atas promosi sebagai sarana peningkatan karier.
b.
Exposure, exposure berarti
menjadi dikenal oleh orang-orang yang memutuskan promosi, tranfer, dan
kesempatan-kesempatan karier lainnya. Exposure dapat dilihat melalui prestasi
kerja yang baik, laporan-laporan tertulis, presentasi lisan, kerja panitia, pelayanan
masyarakat, dan bahkan lama jam kerja mereka.
c.
Permintaan berhenti, bila
karyawan melihat ada kesempatan yang lebih baik ditempat lain, permintaan
berhenti merupakan suatu cara untuk mencapai sasaran-sasaran karier. Para
manajer biasanya menggunakan ini untuk meningkatkan karier mereka, apabila
permintaan berhenti sering dilakukan akan merugikan manajer itu sendiri.
d.
Kesetiaan organisasional,
banyak karyawan menggantungkan perkembangan kariernya dengan meletakan pada
kesetiaan pada perusahaannya dan hal ini
berhasil pada perusahaan yang mengutamakan senioritas sebagai landasan
pengembangan karier karyawannya. Namun kesetiaan diharapka pada sarjana baru
dan profesional yang mengutamakan kesetian pada propesinya dan idealismenya.
e.
Mentor dan sponsor, mentor
adalah orang yang menawarkan karier yang informal, jika mentor dapat meniminasi
karyawan untuk kegiatan-kegiatan pegembangan karier, dia akan menjadi sponsor.
Sponsor adalah orang-orang dalam perusahaan yang dapat membuka
kesempatan-kesempatan pengembangan karier bagi orang lain, sering sponsor
karyawan adalah atasannya atau penyeliannya langsung.
f.
Kesempatan-kesempatan untuk
tumbuh, bagi karyawan yang meningkatkan kemampuan melalui program pelatihan,
pengambilan kursus-kursus atau penambahan gelar, berarti mereka memanfaatkan
kesmpatan untuk tumbuh.
Semakin tinggi karier seseorang, semakin baik
penghasilan yang diperolehnya; juga bersifat fasilitas kenikmatan hidup. Pada
titik tertentu, semua ini bukan hanya memberikan kenikmatan, namun kehormatan,
kedudukan sosial, kekuatan, bahkan kekuasaan. Karier mampu memberikan hasrat
yang diimpikan oleh manusia. Begitu kemilaunya apa yang bisa diperoleh dari
karier, banyak orang mulai membuat macam-macam rencana karier.
Pembahasan
tentang karier dalam rangka manajemen sumber daya manusia bertitik tolak dari
asumsi dasar bahwa seseorang yang mulai bekerja setelah penempatan dalam suatu
organisasi akan terus bekerja untuk organisasi tersebut selama masa aktifnya
hingga seseorang memasuki usia pensiun.
Adalah hal yang logis dan wajar apabila dalam kehidupan organisasi
seseorang mengajukan berbagai pertanyaan yang menyangkut karier dan prospek
perkembangannya di masa depan. Beberapa pertanyaan tersebut berkisar pada:
kemampuan, pengetahuan dan keterampilan apa yang dituntut organisasi agar
meraih kemajuan dalam kariernya; sistem promosi apa yang berlaku dalam
organisasi; jika promosi menuntut pelatihan tambahan, apakah organisasi
menyelenggarakan pelatihan tersebut ataukah karyawan sendiri yang mencari
kesempatan untuk itu; sampai sejauh mana faktor keberuntungan berperan dalam
promosi seseorang dalam organisasi; dan mana yang lebih penting kemampuan kerja
atau kesediaan beradaptasi terhadap keinginan pejabat yang berwenang memutuskan
promosi seseorang (Siagian, 1996: 205).
Jika
seseorang berbicara mengenai karier (career) dalam kehidupan
organisasional bisanya diartikan sebagai keseluruhan pekerjaan yang dilakukan
dan jabatan yang dipangku oleh seseorang selama dia berkarya (Siagian, 1996:
206). Ada juga yang mengartikan karier sebagai urutan posisi yang terkait
dengan pekerjaan yang diduduki seseorang sepanjang hidupnya (Mathis dan
Jackson, 2002: 62). Dalam istilah kepegawaian, karier sering diartikan dengan
kemajuan atau perkembangan yang dicapai oleh seorang karyawan dalam menekuni
pekerjaannya selama masa aktif dalam hidupnya. Karier sering juga diterjemahkan
dengan mobilitas karyawan dalam suatu organisasi mulai penerimaan, pengangkatan
menjadi karyawan sampai pensiun dalam suatu rangkaian jenjang kepangkatan dan
dalam jabatan-jabatan yang dilaluinya Saydam, 1997), pada Arishanti (2006).
Pendek kata, sebagian orang menganggap karier sebagai promosi di dalam
organisasi.
Seolah
merangkum dari beberapa pendapat di atas, Simamora (1999), pada Arishanti
(2006), menjelaskan bahwa kata “karier” dapat dipandang dari beberapa
perspektif yang berbeda. Dari satu perspektif, karier adalah urut-urutan posisi
yang diduduki oleh seseorang selama masa hidupnya. Meskipun begitu, dari
perspektif lainnya, karier terdiri atas perubahan-perubahan nilai, sikap dan
motivasi yang terjadi karena seseorang menjadi semakin tua. Ini merupakan karier yang subjektif. Kedua perspektif tersebut, objektif dan subjektif,
terfokus pada individu. Kedua perspektif tersebut menganggap bahwa orang
memiliki beberapa tingkat pengendalian terhadap nasib mereka sehingga dapat
memanipulasi peluang agar memaksimalkan keberhasilan dan kepuasan yang berasal
dari karier mereka. Perspektif tersebut lebih jauh menganggap bahwa
aktivitas-aktivitas sumber daya manusia haruslah mengenali tahap karier (career
stage), dan membantu karyawan dengan tugas-tugas pengembangan yang mereka
hadapi pada setiap tahap karier. Perencanaan karier penting, karena konsekuensi
keberhasilan atau kegagalan karier terkait erat dengan konsep diri, identitas,
dan kepuasan setiap individu terhadap karier dan kehidupannya.
Lebih
jauh dijelaskan oleh Simamora bahwa pengembangan karier (career development)
meliputi manajemen karier (career management) dan perencanaan karier (career
planning). Memahami pengembangan karier dalam sebuah organisasi membutuhkan
suatu pemeriksaan atas dua proses, yaitu bagaimana masing-masing orang
merencanakan dan menerapkan tujuan-tujuan kariernya (perencanaan karier) dan
bagaimana organisasi merancang dan menerapkan program-program pengembangan
karier. Perencanaan karier adalah proses melaluinya individu karyawan
mengidentifikasi dan mengambil langkah-langkah untuk mencapai tujuan kariernya.
Perencanaan karier melibatkan pengidentifikasian tujuan-tujuan yang berkaitan
dengan karier dan penyusunan rencana-rencana untuk mencapai tujuan tersebut.
Manajemen karier adalah proses melaluinya organisasi memilih, menilai,
menugaskan dan mengembangkan para karyawannya guna menyediakan suatu kumpulan
orang-orang yang berbobot sehingga memenuhi kebutuhan organisasi di masa yang
akan datang.
Disimpulkan
oleh Simamora (1999: 505) bahwa pengembangan karier organisasional adalah
hasil-hasil yang muncul dari interaksi antara perencanaan karier individu dan
proses manajemen karier institusional. Perencanaan karier adalah proses yang
sengaja supaya karyawan: a) menyadari diri sendiri, peluang-peluang,
kesempatan-kesempatan, kendala-kendala, pilihan-pilihan, dan
konsekuensi-konsekuensi, b) mengidentifikasi tujuan-tujuan yang berkaitan
dengan karier, c) menyusun program kerja, pendidikan dan yang berhubungan
dengan pengalaman-pengalaman yang bersifat pengembangan guna menyediakan arah,
waktu, dan urutan langkah-langkah yang diambil untuk meraih tujuan karier
spesifik. Sedangkan manajemen karier merupakan proses berkelanjutan berkaitan
dengan penyiapan, penerapan, dan pemantauan rencana-rencana karier yang
dilakukan oleh individu itu sendiri atau seiring dengan sistem karier
organi-sasi.
Adapun
sistem karier (career sistem) oleh beberapa ahli diartikan sebagai
sistem pembinaan yang dilakukan organisasi terhadap seorang karyawan yang
selalu diberi kesempatan untuk mengembangkan bakat dan kecakapan selama orang
yang bersangkutan berkemampuan untuk bekerja dengan harapan secara bertahap
akan naik pangkat sampai mencapai kedudukan setinggi mungkin. Dalam sistem
karier, seorang karyawan mempunyai kesempatan untuk terus meningkat maju selama
seseorang masih mampu untuk meraihnya, dengan syarat diciptakan lingkungan
kerja yang memungkinkan setiap orang bebas berkarya dan berprestasi. Oleh sebab
itu, manfaat yang dapat diperoleh dengan adanya sistem karier, antara lain: a)
penerimaan calon karyawan didasarkan potensi dan bakat yang dimiliki, b) alur
untuk promosi terbuka lebar, sehingga para karyawan tertarik untuk berlomba,
dan c) sistem promosi harus ditetapkan dengan jelas dan tegas sehingga setiap
orang dapat mengetahui sampai tingkat mana dapat mencapai karier organisasi
(Saydam, 1997: 35). Maka perencanaan karier adalah: keterbukaan dan kejelasan
jenjang karier serta kesempatan untuk menduduki jabatan tertentu di perusahaan.
2.1.2. Gaji.
Bagi
karyawan, gaji merupakan faktor penting untuk memenuhi kebutuhan diri sendiri
dan keluarganya. Gaji selain berfungsi memenuhi kebutuhan pokok bagi setiap
pegawai juga dimaksudkan untuk menjadi daya dorong bagi pegawai agar dapat
bekerja dengan penuh semangat. Menurut Robert W. Braid (dalam Timpe 1999:66)
tidak ada satu organisasipun yang dapat memberikan kekuatan baru kepada tenaga
kerjanya atau meningkatkan produktivitas, jika tidak memiliki sistem kompensasi
yang realitis dan gaji bila digunakan dengan benar akan memotivasi pegawai. Menurut Robert W. Braid program kompensasi yang
baik mempunyai tiga ciri penting yaitu bersaing, rasional, berdasarkan
performa. Stephen et al. (dalam Timpe, 1999 : 63) menyatakan bahwa uang/gaji
tidak dapat memotivasi terkecuali pegawai menyadari keterkaitannya dengan
performa. Meier (dalam As’ad, 1998 : 92), bahwa pendistribusian gaji didasarkan
pada, produksi, lamanya kerja, lamanya dinas dan besarnya kebutuhan hidup.
Sedangkan menurut Ec. Alex Nitisenmito (dalam Saydam, 1996 : 174) agar karyawan
dapat melaksanakan pekerjaannya dengan baik, dalam pemberian kompensasi harus
memenuhi persyaratan sebagai berikut : a. Dapat memenuhi kebutuhan fisik
minimum b. Dapat mengikat karyawan agat tidak keluar dari perusahaan c. Dapat
menimbulkan semangat dan kegairahan kerja d. Selalu ditinjau kembali e.
Mencapai sasaran yang diinginkan f. Mengangkat harkat kemanusiaan g. Berpijak pada
peraturan yang berlaku.
Gaji
adalah pemberian kepada karyawan/staf dengan pembayaran finansial sebagai balas
jasa untuk pekerjaan yang dilaksanakan dan sebagai motivator untuk pelaksanaan
kegiatan di waktu yang akan datang Handoko T dan Sukanto Reksohadiprojo,
(1996). Studi pemberian imbalan Berkowitz dan rekannya memperoleh kesimpulan
bahwa nilai yang dirasakan dari kerja dan penghargaan imbalan atas diri
seseorang merupakan peramal yang penting untuk kepuasan atas gaji Berkowitz,
pada Sjafri (2003). Apabila tingkat perolehan imbalan dirasakan kurang adil,
maka pemegang pekerjaan akan mengalami ketidakpuasan dan mencari jalan untuk
mencari imbalan yang lebih besar Gibson,
(1992).
Dengan
demikian teori equity menekankan bahwa gaji disebabkan oleh perasaan
yang berhubungan dengan rasa keadilan atas gaji yang dibayarkan. Jika gaji yang
diterima karyawan/staf kurang dari yang lainnya, maka akan timbul perasaan
ketidakadilan (inequitable) atas pembayaran yang diberikan. Jadi gaji
adalah: imbalan yang diterima sebagai balas jasa dari perusahaan kepada
karyawan/staf.
2.1.3. Motivasi Karyawan/Staf
Motivasi berasal dari kata Latin “movere” yang
berarti dorongan atau menggerakkan. Motivasi (motivation) dalam
manajemen hanya ditujukan untuk sumber daya manusia umumnya dan bawahan
khususnya. Motivasi mempersoalkan bagaimana caranya mengarahkan daya dan
potensi bawahan agar mau bekerjasama secara produktif berhasil mencapai dan
mewujudkan tujuan yang telah ditentukan (Melayu, 2001 : 140). Abraham Sperling
mengemukakan bahwa motivasi itu didefinisikan sebagai suatu kecenderungan untuk
beraktivitas, mulai dari dorongan dalam diri (drive) dan diakhiri dengan
penyesuaian diri (dalam Mangkunegara, 2001:93).
William
J. Stanton mendefinisikan motivasi “Suatu motif adalah kebutuhan yang
distimulasi yang berorientasi kepada tujuan individu dalam mencapai rasa puas”.
Sedangkan (Mangkunegara, 2001 : 68), mengatakan
bahwa motivasi terbentuk dari sikap (attitude) seorang karyawan dalam
menghadapi situasi (situation) kerja. Motivasi merupakan kondisi yang
menggerakkan diri karyawan yang terarah untuk mencapai tujuan organisasi
(tujuan kerja). Menurut Nawawi (2001 : 351), bahwa kata motivasi (motivation)
kata dasarnya adalah motif (motive) yang berarti dorongan, sebab atau
alasan seseorang melakukan sesuatu. Dengan demikian motivasi berarti suatu
kondisi yang mendorong atau menjadikan sebab seseorang melakukan suatu
perbuatan/ kegiatan, yang berlangsung secara sadar. Menurut Sedarmayanti (2001
: 66), motivasi dapat diartikan sebagai suatu daya pendorong (driving force)
yang menyebabkan orang berbuat sesuatu atau yang diperbuat karena takut akan
sesuatu. Misalnya ingin naik pangkat atau naik gaji, maka perbuatannya akan
menunjang pencapaian keinginan tersebut. Yang menjadi pendorong dalam hal
tersebut adalah bermacammacam faktor diantaranya faktor ingin lebih terpandang
diantara rekan kerja atau lingkungan dan kebutuhannya untuk berprestasi.
Motivasi
dapat didefinisikan sebagai berikut : “kondisi mental yang mendorong aktivitas
dan memberi energi yang mengarah kepada pencapaian kebutuhan, memberi kepuasan
atau mengurangi ketidak seimbangan” Bernard Berendoom dan Gary A. Stainer
(dalam Sedarmayanti, 2001 : 66). Kootz et al. (dalam Ali, 1989 : 115)
mendefinisikan motivasi sebagai suatu reaksi yang diawali dengan adanya
kebutuhan yang menimbulkan keinginan atau upaya mencapai tujuan, selanjutnya
menimbulkan ketegangan, kemudian menyebabkan timbulnya tindakan yang mengarah
pada tujuan dan akhirnya dapat memuaskan. Berdasarkan pendapat para ahli di
atas dapat disimpulkan bahwa tidak ada motivasi jika tidak dirasakan adanya
kebutuhan dan kepuasan serta ketidakseimbangan. Rangsangan terhadap hal
termaksud akan menumbuhkan tingkat motivasi, dan motivasi yang telah tumbuh
akan merupakan dorongan untuk mencapai tujuan pemenuhan kebutuhan atau
pencapaian keseimbangan. Motivasi merupakan suatu dorongan kebutuhan dari dalam
diri karyawan yang perlu dipenuhi agar karyawan tersebut dapat menyesuaikan
diri terhadap lingkungannya, sedangkan motivasi adalah kondisi yang
menggerakkan karyawan agar mampu mencapai tujuan dari motifnya.
Dalam
kehidupan organisasi, pemahaman terhadap motivasi bagi setiap pemimpin sangat
penting artinya, namun motivasi juga dirasakan sebagai sesuatu yang sulit. Hal
ini dikemukakan oleh Wahjosumidjo (1994 : 173) sebagai berikut : a. Motivasi
sebagai suatu yang penting (important subject) karena peran pemimpin itu
sendiri kaitannya dengan bawahan. Setiap pemimpin tidak boleh tidak harus
bekerja bersama-sama dan melalui orang lain atau bawahan, untuk itu diperlukan
kemampuan memberikan motivasi kepada bawahan. b. Motivasi sebagai suatu yang
sulit (puzzling subject), karena motivasi sendiri tidak bisa diamati dan
diukur secara pasti. Dan untuk mengamati dan mengukur motivasi berarti harus
mengkaji lebih jauh perilaku bawahan. Disamping itu juga disebabkan adanya
teori motivasi yang berbeda satu sama lain.
Untuk
memahami motivasi karyawan dalam penelitian ini digunakan teori motivasi dua
arah yang dikemukakan oleh Herzberg. Adapun pertimbangan peneliti adalah : Pertama,
teori yang dikembangkan oleh Herzberg berlaku mikro yaitu untuk karyawan atau
pegawai pemerintahan di tempat ia bekerja saja. Sementara teori motivasi Maslow
misalnya berlaku makro yaitu untuk manusia pada umumnya. Kedua, teori
Herzberg lebih eksplisit dari teori hirarki kebutuhan Maslow, khususnya
mengenai hubungan antara kebutuhan dengan performa pekerjaan. Teori ini
dikemukakan oleh Frederick Herzberg tahun 1966 yang merupakan pengembangan dari
teori hirarki kebutuhan menurut Maslow. Teori Herzberg memberikan dua
kontribusi penting bagi pimpinan organisasi dalam memotivasi karyawan. Pertama,
teori ini lebih eksplisit dari teori hirarki kebutuhan Maslow, khususnya
mengenai hubungan antara kebutuhan dalam performa pekerjaan. Kedua,
kerangka ini membangkitkan model aplikasi, pemerkayaan pekerjaan (Leidecker and
Hall dalam Timpe, 1999 : 13). Berdasarkan hasil penelitian terhadap akuntan dan
ahli teknik Amerika Serikat dari berbagai Industri, Herzberg mengembangkan
teori motivasi dua faktor (Cushway and Lodge, 1995 : 138). Menurut teori ini
ada dua faktor yang mempengaruhi kondisi pekerjaan seseorang, yaitu faktor
pemuas (motivation factor) yang disebut juga dengan satisfier atau
intrinsic motivation dan faktor kesehatan (hygienes) yang juga
disebut disatisfier atau ekstrinsic motivation. Teori Herzberg
ini melihat ada dua faktor yang mendorong karyawan termotivasi yaitu faktor
intrinsik yaitu daya dorong yang timbul dari dalam diri
masing-masing orang, dan faktor ekstrinsik yaitu daya dorong yang
datang dari luar diri seseorang, terutama dari organisasi tempatnya bekerja.
Jadi
karyawan yang terdorong secara intrinsik akan menyenangi pekerjaan yang
memungkinnya menggunakan kreaktivitas dan inovasinya, bekerja dengan tingkat otonomi
yang tinggi dan tidak perlu diawasi dengan ketat. Kepuasan disini tidak
terutama dikaitkan dengan perolehan hal-hal yang bersifat materi. Sebaliknya,
mereka yang lebih terdorong oleh faktor-faktor ekstrinsik cenderung melihat
kepada apa yang diberikan oleh organisasi kepada mereka dan kinerjanya
diarahkan kepada perolehan hal-hal yang diinginkannya dari organisasi (dalam
Sondang, 2002 : 107). Adapun yang merupakan faktor motivasi menurut Herzberg adalah : pekerjaan itu
sendiri (the work it self), prestasi yang diraih (achievement),
peluang untuk maju (advancement), pengakuan orang lain (ricognition),
tanggung jawab (responsible). Sedangkan faktor hygienis terdiri dari : kompensasi, kondisi
kerja, status, suvervisi, hubungan antara manusia, dan kebijaksanaan
perusahaan.
2.1.4.
Pengertian Produktivitas Kerja
Setiap perusahaan selalu berusaha agar karyawanya bisa berprestasi dalam
memberikan produktivitas kerja yang maksimal kepada perusahaan atau institusi.
Produktivitas kerja karyawan bagi suatu perusahaan sangat penting sebagai alat pengukur keberhasilan
dalam menjalankan usaha. Karena semakin tinggi produktivitas kerja karyawan
dalam perusahaan, berarti laba perusahaan dan produktivitas akan meningkat.
International Labour Organization (ILO) yang dikutip oleh Hasibuan
(2005: 127) mengungkapkan bahwa secara lebih sederhana maksud dari
produktivitas adalah perbandingan secara ilmu hitung antara jumlah yang
dihasilkan dan jumlah setiap sumber yang dipergunakan selama produksi berlangsung.
Sumber tersebut dapat berupa:
Tanah, Bahan baku dan bahan
pembantu, Pabrik, mesin-mesin dan
alat-alat, Tenaga kerja
Konsep produktivitas pada dasarnya dapat dilihat dari dua dimensi, yaitu
dimensi individu dan dimensi organisasi. Pengkajian masalah produktivitas dari
dimensi individu tidak lain melihat produktivitas terutama dalam hubungannya
dengan karakteristik- karakteristik kepribadian individu.
Sementara itu ditinjau dari dimensi keorganisasian, konsep produktivitas secara keseluruhan
merupakan dimensi lain dari pada upaya mencapai kualitas dan kuantitas suatu
proses kegiatan berkenaan dengan bahasan ilmu ekonomi. Oleh karena itu, selalu
berorientasi kepada bagaimana berpikir dan bertindak untuk mendayagunakan
sumber masukan agar mendapat keluaran yang optimum. Dengan demikian konsep
produktivitas dalam pandangan ini selalu ditempatkan. pada kerangka hubungan
teknis antara masukan (input) dan keluaran (output) (Kusnendi,
2003: 8.4).
Sinungan (2005: 64) juga mengisyaratkan dua kelompok syarat bagi
produktivitas perorangan yang tinggi:
Kelompok pertama: Tingkat pendidikan dan keahlian, Jenis teknologi dan hasil produksi, Kondisi kerja, Kesehatan, kemampuan fisik dan mental.
Kelompok kedua ;Sikap mental (terhadap
tugas), teman sejawat dan pengawas, Keaneka ragam tugas, Sistem insentif
(sistem upah dan bonus), Kepuasan kerja.
2.1.5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Produktivitas Kerja
Dalam upaya meningkatkan produktivitas kerja karyawan di suatu
perusahaan perlu memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas
kerja karyawan tersebut. Banyak factor yang dapat mempengaruhi produktivitas
kerja karyawan baik yang berhubungan dengan tenaga kerja itu sendiri maupun
faktor-faktor yang berhubungan dengan lingkungan perusahaan dan kebijakan
pemerintah secara keseluruhan.
Anoraga (2005: 56-60). Ada 10 patokan yang diinginkan oleh para karyawan untuk
meningkatkan produktivitas kerja karyawan, yaitu: pekerjaan yang menarik, upah yang baik, keamanan dan perlindungan
dalam pekerjaan, etos kerja dan lingkungan atau sarana kerja yang baik, promosi dan perkembangan diri mereka sejalan
dengan perkembangan perusahaan, merasa
terlibat dalam kegiatan-kegiatan organisasi,
saling pengertian dan simpati
atas persoalan-persoalan pribadi,
kesetiaan pimpinan pada diri sipekerja,
Disiplin kerja yang keras.
Menurut Simanjutak (1985: 30) faktor yang mempengaruhi produktivitas
kerja karyawan perusahaan dapat digolongkan pada dua kelompok, yaitu: Yang menyangkut kualitas dan kemampuan fisik
karyawan yang meliputi: tingkat pendidikan, latihan, motivasi kerja, etos
kerja, mental dan kemampuan fisik karyawan .
Dan Sarana pendukung, meliputi: Lingkungan kerja, meliputi: produksi, sarana
dan peralatan produksi, tingkat keselamatan, dan kesejahteraan kerja. serta
Kesejahteraan karyawan, meliputi: Manajemen dan hubungan industri.
Sedangkan menurut Muchdarsyah (dalam bukunya Cahyono dan Indira,( 2007: 227) menyebutkan bahwa yang
dapat mempengaruhi produktivitas kerja adalah sebagai berikut: Tenaga kerja ;
Kenaikan sumbangan tenaga kerja pada produktivitas karena adanya tenaga kerja
yang lebih sehat, lebih terdidik dan lebih giat. Produktivitas dapat meningkat
karena hari kerja yang lebih pendek. Imbalan dari pengawas dapat mendorong karyawan
lebih giat dalam mencapai prestasi. Seni
serta ilmu manajemen ; Manajemen adalah faktor produksi dan sumberdaya ekonomi,
sedangkan seni adalah pengetahuan manajemen yang memberikan kemungkinan
peningkatan produktivitas.
Manajemen termasuk perbaikan melalui penerapan teknologi dan pemanfaatan
pengetahuan yang memerlukan pendidikan dan penelitian. Modal ; merupakan landasan gerak suatu
perusahaan, karena dengan modal perusahaan dapat menyediakan peralatan bagi
manusia yaitu untuk membantu melakukan pekerjaan dalam meningkatkan
produktivitas kerja. Fasilitas yang memadai akan membuat semangat kerja
bertambah secara tidak langsung produktivitas kerja dapat meningkat.
2.1.6.
Pengukuran Produktivitas Kerja
Untuk mengetahui produktivitas kerja dari setiap karyawan maka perlu
dilakukan sebuah pengukuran produktivitas kerja. Pengukuran produktivitas
tenaga kerja menurut system pemasukan fisik per orang atau per jam kerja dari
setiap orang, dengan menggunakan metode pengukuran
waktu tenaga kerja (jam, hari atau tahun). Pengukuran diubah ke dalam unit-unit
pekerja yang diartikan sebagai jumlah kerja yang dapat dilakukan dalam satu jam
oleh pekerja yang bekerja menurut pelaksanakan standar
Menurut Henry (2004: 612) faktor-faktor yang digunakan dalam pengukuran
produktivitas kerja meliputi kuantitas kerja, kualitas kerja dan ketepatan
waktu: penjelasanya adalah Kuantitas kerja
merupakan suatu hasil yang dicapai oleh karyawan dalam jumlah tertentu
dengan perbandingan standar yang ada atau ditetapkan oleh perusahan.
Kualitas kerja merupakan suatu standar hasil yang berkaitan
dengan mutu dari suatu produk yang dihasilkan oleh karyawan dalam hal ini
merupakan suatu kemampuan karyawan dalam menyelesaikan pekerjaan secara teknis
dengan perbandingan standar yang ditetapkan oleh perusahaan. Dan Ketepatan
waktu merupakan tingkat suatu aktivitas diselesaikan pada awal waktu yang
ditentukan, dilihat dari sudut koordinasi dengan hasil output serta
memaksimalkan waktu yang tersedia untuk aktivitas lain. Ketepatan waktu diukur
dari persepsi karyawan terhadap suatu aktivitas yang disediakan diawal waktu
sampai menjadi output.
Sinungan (2003: 23) secara umum pengukuran produktivitas berarti
perbandingan yang dapat dibedakan dalam tiga jenis yang sangat berbeda. ;
Perbandingan-perbandingan antara pelaksanaan sekarang dengan pelaksanaan secara
historis, yang tidak menunjukan apakah pelaksanaan sekarang ini memuaskan
perusaahaan atau hanya mengetengahkan apakah meningkat atau berkurang
produktivitas kerja serta tingkatannya.
Juga Perbandingan pelaksanaan
antara satu unit (perorangan tugas, seksi, proses) dengan lainnya. Pengukuran
seperti itu menunjukan pencapaian relatif. Dan
Perbandingan pelaksanaan sekarang dengan targetnya dan inilah yang
terbaik sebagai pusat perhatian pada sasaran/tujuan. Untuk menyusun
perbandingan-perbandingan ini perlulah mempertimbangkan tingkatan produktivita
kerja, susunan dan perbandingan pengukuran produktivitas. Paling sedikit ada
dua jenis tingkat perbandingan yang berbeda, yakni produktivitas total dan
produktivitas parsial.
Pengukuran produktivitas kerja
ini mempunyai peranan penting untuk mengetahui produktivitas kerja dari para
karyawan sehingga dapat diketahui sejauh mana produktivitas yang dapat dicapai
oleh karyawan. Selain itu pengukuran produktivitas juga dapat digunakan sebagai
pedoman bagi para manajer untuk meningkatkan produktivitas kerja sesuai dengan
apa yang diharapkan oleh perusahaan.
2.1.7. Manfaat dari Penilaian Produktivitas Kerja
Menurut Muchdarsyah Sinungan (2005: 126) manfaat dari pengukuran
produktivitas kerja adalah sebagai beikut: Umpan balik pelaksanaan kerja untuk
memperbaiki produktivitas kerja karyawan,
Evaluasi produktivitas kerja digunakan untuk penyelesaian misalnya: pemberian
bonus dan bentuk kompensasi lainnya.
Untuk mengambil
keputusan-keputusan penetapan, misalnya: promosi, transfer dan demosi, Untuk kebutuhan latihan dan pengembangan,
Untuk perencanaan dan pengembangan karier, Untuk mengetahui
penyimpangan-penyimpangan proses staffing, Untuk mengetahui ketidak akuratan
informasi, Untuk memberikan kesempatan
kerja yang adil pada karyawan..
2.1.8.
Indikator Produktivitas Kerja
Seperti dijelaskan Simamora ( 2004: 612) faktor-faktor yang digunakan dalam pengukuran produktivitas
kerja meliputi kuantitas kerja, kualitas kerja dan ketepatan waktu. Dalam
penelitian ini peneliti mengukur produktivitas kerja dengan menggunakan
indikator-indikator dibawah ini: Kuantitas kerja, Kualitas kerja, Ketepatan
waktu.
2.2. Hubungan Antar Variabel.
2.2.1.
Pengembangan Karier dan Motivasi Karyawan/Staf
Dalam penelitian ini akan dilihat bagaimana perusahaan dapat memotivasi
karyawan/staf untuk mengembangkan dan menggunakan potensi penuh mereka. Bagaimana organisasia atau perusahaan
menggunakan mekanisme formal dan informal untuk menolong karyawan menggapai
jabatan dan karier terkait pengembangan dan sasaran-sasaran pembelajaran?
Bagaimana manajer dan supervisor menolong karyawan menggapai jabatan dan karier
terkait pengembangan dan sasaran-sasaran organisasi? Pengelolaan sumber
daya manusia yang mengarah pada pencapaian prestasi dapat dilakukan dengan
menumbuhkan situasi kompetisi antar karyawan. Kompetisi yang berarti saling
mengatasi dan berjuang antara dua individu, atau antara beberapa kelompok untuk
memperebutkan obyek yang sama (Chaplin, 1999) pada Purwono (2006), jika
dilakukan dengan aturan main yang jelas dan adil akan menghasilkan keuntungan
tersendiri. Hal ini sesuai dengan pendapat Porter (Ginting, 1999) bahwa
hadirnya pesaing memungkinkan individu dapat meningkatkan keunggulan
bersaingnya.
Di Indonesia sendiri, kompetisi
masih sulit diterima oleh individu karena lingkungan manusianya yang berbeda
dan sistem personalnya yang tidak mendukung. Kemungkinan utama adalah faktor
senioritas lebih dominan daripada prestasi dan ketrampilan sehingga keinginan
untuk berkompetisi dalam mencapai prestasi sulit untuk dikembangkan.
Ditambahkan pula bahwa untuk meningkatkan keinginan berkompetisi, faktor
motivasi dan pembelajaran yang diberikan organisasi menjadi sangat menentukan.
Hal ini berarti pihak manajemen harus memperhatikan aspek suasana kerja dan
umpan balik yang memungkinkan karyawan mampu meningkatkan kemampuan dalam
mencapai tujuan tugas yang memuaskan (Gibson, dkk. 1998). Keinginan berkompetisi
tumbuh melalui dorongan motivasi berprestasi pada karyawan. Menurut Mc.Clelland
(1987), pada Purwono (2006), jika seseorang memiliki motivasi berprestasi maka
ia akan berusaha untuk mengungguli orang lain, berprestasi sesuai dengan
standar, dan berjuang untuk sukses. Mereka juga mempunyai hasrat untuk
melakukan sesuatu dengan lebih baik atau efisien daripada yang dilakukan
sebelumnya. Memotivasi seorang karyawan tentu saja tidak terlepas dari usaha
pihak organisasi untuk meningkatkan ketrampilan karyawan.
Di Inggris, tuntutan untuk memperbaharui atau menambah ketrampilan karyawan
kini menjadi agenda politik (Dale, 2003). Sebagai contoh, National Council
for Vocational Qualification (NCVQ) dibentuk untuk memfokuskan kembali
fungsi pelatihan untuk meningkatkan ketrampilan yang berkaitan dengan kerja dan
membuat standard kualifikasi yang sesuai dengan kebutuhan bisnis demi
pencapaian suatu produktivitas kerja karyawan yang baik. Organisasi didorong
untuk melatih karyawan sesuai dengan tuntutan pekerjaan, bukan mempelajari apa
yang seharusnya tidak perlu dipelajari.
2.2.2. Gaji dan Motivasi
Karyawan/Staf.
Motivasi adalah keadaan
probadi seseorang yang mendorong keinginan karyawan/staf untuk melakukan
kegiatan tertentu guna mencapai suatu tujuan Handoko (1995), pada
Trisnaningsih, (2004). Motivasi orang adalah menunjukkan arah tertentu kepada
mereka dan mengambil langkah-langkah untuk memastikan bahwa mereka sampai ke
suatu tujuan. Kepuasan karyawan/staf atas gaji yang diterima, berdasarkan pada
teori equity yang berkenaan dengan motivasi karyawan/staf untuk
bertindak dalam organisasi.
Kepuasan
individu atas gaji yang diterima, berdasarkan pada teori equity yang
berkenaan dengan memotivasi individu untuk bertindak dalam organisasi. Teori equity
menekankan bahwa kepuasan gaji disebabkan oleh perasaan yang berhubungan dengan
rasa keadilan atas gaji yang dibayarkan. Jika gaji yang diterima karyawan/staf
kurang dari yang lainnya, maka akan timbul perasaan ketidakadilan (inequitable)
atas pembayaran yang diberikan. Itulah sebabnya faktor Hygienes atau
faktor ekstrinsik pada motivasi yang terdiri atas upah/gaji, keamanan
kerja mengakibatkan ketidakpuasan kerja. (Herzberk, et al., 1959 pada Lindner,
1998). Sedangkan Ross dan Feris (1981), pada Trisnaningsih (2004),
mengungkapkan bahwa motivasi, kepuasan kerja dan komitmen berhubungan dengan
kinerja.
2.2.4. Peranan Motivasi
Sebagai Intervening Variabel
Berdasarkan
definisi dan nalar konsep maka penulis mengajukan kerangka pemikiran atau model
bahwa faktor pengembangan karier dan gaji mempunyai pengaruh terhadap motivasi
karyawan/staf dalam meningkatkan produktivitas kerja. Penelitian-penelitian yang dikutip di atas
telah memperlihatkan bagaimana pentingnya hubungan pengaruh antar faktor
pengembangan karier dan gaji terhadap motivasi karyawan/staf dalam meningkatkan
produktivitas kerja. Secara teoritis dapat dikatakan bahwa ada
hubungan pengaruh yang erat antara pengembangan karier dan gaji terhadap
motivasi karyawan/staf dalam meningkatkan kepuasan kerja. Implikasinya, apabila
kebijakan pengembangan karier, kebijakan gaji dan motivasi di perusahaan
diperhatikan dengan baik oleh pimpinan akan mendorong tingginya produktivitas kerja karyawan/staf pada perusahaan. Alasan-alasan
logis tersebut menjadi dasar yang kuat bagi peneliti untuk mengkaji hubungan
antara pengembangan karier dan gaji terhadap motivasi karyawan/staf dalam
meningkatkan produktivitas kerja yang terjadi di dalam perusahaan.
Salah satu cara mengembangkan karier
karyawan adalah melalui promosi, yakni perpindahan yang memperbesar wewenang
dan tangung jawab karyawan/staf ke jabatan yang lebih tinggi di dalam suatu
organisasi sehingga kewajiban, hak, status dan penghasilan semakin besar, dan
menyebabkan produktivitas kerja yang tinggi (Hasibuan, 1997).
Gaji atau upah yang diterima karyawan/staf dalam hal ini
yang berkaitan dengan prestasi kerjanya, menunjukan adanya korelasi yang
positif antara prestasi kerja karyawan/staf dan upah yang diterima, yaitu
semakin besar upah yang diterima, semakin tinggi tingkat produktivitas kerja seorang karyawan/staf. Hal ini
akan memunculkan semangat kerja yang tinggi bagi tiap karyawan/staf untuk
memacu prestasi sehingga kepuasan kerja akan tercapai (Anoraga, Pandji dan
SriSuyati, 1995).
Menurut
Taviprawati (1997) pada Rahayuningsih (2006), pemenuhan kebutuhan dan keinginan
yang berakhir pada kepuasan, akan menimbulkan motivasi karyawan/staf untuk
meningkatkan produktivitas, karena kepuasan kerja tersebut tidak dapat
dipisahkan dari motivasi kerja yang seringkali merupakan harapan kerja
karyawan. Dengan kata lain motivasi kerja penyumbang timbulnya kepuasan kerja
yang tinggi atau kepuasan kerja akan tinggi apabila keinginan dan kebutuhan
karyawan yang menjadi motivasi kerja terpenuhi.
Kajian-kajian
teoritis memperlihatkan bahwa tinggi rendahnya motivasi karyawan/staf dalam
meningkatkan produktivitas kerja dipengaruhi oleh masalah-masalah: kondisi
kerja, pengawasan, pengembangan karier
dan gaji. Pengembangan karier dan gaji terpilih sebagai faktor yang
mempengaruhi motivasi karyawan/staf dalam meningkatkan produktivitas
kerja, karena memiliki beberapa masalah urgen dimana ada hubungan antara
variabel pengembangan karier dan gaji dengan motivasi karyawan/staf, dalam
meningkatkan produktivitas kerja.
METODE PENELITIAN
3.1 Metode
dan Jenis Penelitian
Metode dan jenis penelitian yang digunakan adalah
kuantitatif diskriptif Arikunto (1997), menjelaskan sesuai dengan namanya,
banyak dituntut menggunakankan angka mulai pengumpulan data, penafsiran terhadap
data tersebut, serta penampilan dari hasilnya. Demikian juga pemahaman akan
kesimpulan penelitian akan lebih baik apabila juga sertai dengan tabel, grafik,
bagan, gambar atau tampilan lain.
3.2
Populasi dan Teknik
Pengambilan Sampel
Cooper dan Emory (1995: 214), mengatakan populasi
adalah seluruh kumpulan elemen yang dapat untuk membuat beberapa kesimpulan.
Sementara Arikunto (1998: 115), mengatakan bahwa populasi adalah keseluruhan
subjek penelitian. Yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah karyawan Hospital Ref.Maliana. Karena jumlah populasi dalam
penelitian ini relatif kecil, maka diambil semua (sensus) untuk menjadi sampel.
Deskripsi 45 orang karyawan/staf Hospital
Ref.Maliana.
Tabel 3.1
Distribusi Sampel Penelitian
NO
|
Keterangan
|
Jumlah
|
1.
|
Karyawan/staf di Hospital Ref.Maliana
|
45, Orang
|
Sumber. Kantor Hospital
Ref.Maliana Timor Leste 2013
3.3. Definisi Operasional Variabel
Definisi
operasional variabel penelitian yang diangkat dalam penelitian ini disajikan pada
tabel berikut:
Tabel 3.2.1
Konsep, Definisi, dan Indikator Kepuasan Kerja
Konsep
|
Definisi
|
Indikator
|
Produktivitas kerja
|
Produktivitas kerja
adalah: cerminan aktivitas karyawan/staf terhadap pekerjaan dan
lingkungan kerjanya. (Diadaptasi dari Jewel dan Siegal, 1998).
|
Indikator produktivitas kerja
adalah sebagai berikut:
(1). Kualitas pekerjaan: cerminan aktivitas karyawan/staf terhadap pekerjaan yang
diberikan kepadanya.
(2). Kuantitas pimpinan:
cerminan kauntitas pelayanan karyawan/staf terhadap pelayanan kepada masyarakat.
(3). Ketepatan waktu kerja: cerminan setiap individu karyawan/staf taat terhadap jadwa yang telah ditentukan di dalam institusi
dimana bekerja.
|
Tabel 3.2.2
Konsep Definisi dan Indikator Motivasi Pegawai/staf
Konsep
|
Definisi
|
Indikator
|
Motivasi karyawan/staf
|
Motivasi karyawan/staf
didefinisikan sebagai kekuatan yang mendorong
seseorang untuk melakukan tindakan tertentu atau berprilaku tertentu
(Amstrong, 1994 pada Kurniawan, 2004). Motivasi karyawan/staf diukur dengan
instrument Dubrin (2000) yang terdiri atas 6 item instrument dengan lima poin
skala likert.
|
Indikator Motivasi
karyawan/staf adalah:
(1).Dorongan untuk mencapai prestasi
(2).Dorongan untuk mendapat
pengakuan diri
(3).Kesadaran akan pekerjaan itu sendiri
(4).Hubungan dengan atasan
dan antar teman sejawat
(5).Kesesuaian gaji dengan
beban kerja
(6).Jaminan keamanan kerja
|
Tabel 3.2.3
Konsep Definisi dan Indikator Pengembangan Karier
Konsep
|
Definisi
|
Indikator
|
Pengembangan Karier
|
Pengembangan karier adalah:
keterbukaan dan kejelasan jenjang karier serta kesempatan untuk menduduki
jabatan tertentu di perusahaan. (Diadaptasi dari Gibson, 1992).
|
Indikator pengembangan
karier adalah:
(1). Kesempatan
mengembangkan karier: Peluang yang diberikan
perusahaan untuk
mengembangkan karier karyawan/staf selama bekerja di
perusahaan, serta kejelasan
meningkatan karier di masa mendatang
(2). Peningkatan kemampuan
karyawan/staf: Upaya-upaya yang diberikan perusahaan untuk meningkatkan
karier karyawan/staf.
(3). Perlu adanya
upaya-upaya dari perusahaan untuk meningkatkan karier karyawan/staf.
|
Tabel 3.2.4
Konsep Definisi dan Indikator KepuasanGaji
Konsep
|
Definisi
|
Indikator
|
Gaji
|
Gaji adalah: imbalan yang
diterima sebagai balas jasa dari
perusahaan
kepada karyawan/staf.
(Diadaptasi dari Robbins, 1996)
|
Indikator gaji adalah:
(1). Kelayakan gaji :
Kesesuaian gaji yang diterima dengan kebutuhan hidup
(2). Keadilan gaji:
Kesesuaian gaji yang diterima dengan potensi diri
karyawan/staf.
(3). Kesesuaian gaji dengan
beban pekerjaan.
|
3.4. Metode Pengumpulan Data
Data
yang dugunakan dalam penelitian ini, meliputi dua jenis data primer dan data
sekunder.
a. Data primer, data ini berasal dari sumber yang asli dan dikumpulkan
secara khusus untuk menjawab pertanyaan penelitian (Coopper dan Emory, 1999:
256).
Data primer, dikumpulkan melalui survey dengan
bantuan kuesioner berskala Likert yaitu skala 5 (lima):
Skala
|
Sangat Setuju
|
Setuju
|
Netral
|
Tidak Setuju
|
Sangat Tidak Setuju
|
Nilai Skor
|
5
|
4
|
3
|
2
|
1
|
Data primer yang diperlukan untuk pengujian
hipotesis yang telah diajukan berupa data-data mengenai: perencanaan karier dan
gaji terhadap motivasi karyawan/staf dalam meningkatkan produktivitas kerja Hospital Ref.Maliana Timor Leste yang dikumpulkan melalui kuesioner.
b. Data sekunder, data yang berasal dari dokumentasi Hospital Ref. Maliana Timor Lesta tentang Data perkembangan jumlah karyawan/staf pada Hospital Ref.Maliana, tentang kenaikan golongan atau pangkat bagi
karyawan/staf pada Hospital Ref.Maliana dan infomarsi
tentang produktivitas kerja karyawan/staf Hospital
Ref.Maliana
3.5. Alat Analisis
3.5.1. Validitas dan Reliabilitas
Instrumen (daftar pertanyaan) yang dipakai dalam
mengumpulkan data haruslah memenuhi dua persyaratan, yaitu Validitas dan
reliabilitas.
a. Validitas
Uji validitas untuk mengukur sah atau valid
tidaknya kuesioner. Suatu kuesioner dikatakan valid jika pertanyaan pada
kuesioner mampu untuk mengungkapkan sesuatu yang akan diukur oleh kuesioner
tersebut (Gozali, 2001: 142). Uji validitas dalam penelitian ini digunakan
korelasi product moment dengan cara melakukan korelasi
antar skor butir pertanyaan dengan total skor item dalam satu konsep variabel.
Item pertanyaan dikatakan valid apabila diperoleh korelasi positif dan lebih
besar dari nilai r tabel product moment pada df=n-k;
=5%.
Rumus korelasi product moment menurut Arikunto (1998:
162) adalah sebagai berikut:
=
Dimana :
rxy = korelasi item dengan
total variabel
X = skor item
Y = skor total variabel
n = jumlah sampel
b. Reliabilitas
Suatu
kuesioner dikatakan relaibel atau handal jika jawaban seseorang terhadap
penyataan adalah konsisten atau stabil dari waktu ke waktu (Gozali, 2001: 140).
Uji reliabilitas digunakan koefisien Conbrach Alpah (
). Apabila nilai
lebih besar dari 0,60 dapat ditafsirkan satu hasil pengukuran
relatif konsisten apabila pengukuran diulangi dua kali atau lebih dengan kata
lain instrumen tersebut dapat diandalkan (Nunnally, 1996; Gozali (2001: 140).
Rumus koefisien
(Alpah) dalam Arikunto (1998: 193) adalah:
Dimana :
r11 = reliabilitas instrumen
k = banyaknya butir pertanyaan atau
banyaknya soal
∑
= jumlah varians
butir
= varians total
3.5.2. Regresi
Variabel dalam penelitian ini dibedakan menjadi
variabel bebas dan variabel terikat yang berjumlah lebih dari 1 variabel bebas
yaitu berjumlah 3 (pengembangan karier gaji dan motivasi karyawan/staf) dan 1 variabel terikat (produktivitas
kerja) dengan demikian alat analisis yang tepat adalah regresi ganda liner.
Rumus regresi ganda menurut Gujarati (1995: 91) adalah:
Dimana :
Y1 = variabel terikat (produktivitas
kerja)
β0 = adalah intersep (kostanta)
β 1, 2,3 = adalah koefisien regresi untuk
variabel bebas
(pengembangan karier, gaji dan motivasi
karyawan/staf)
X1,
2, 3 = adalah variabel bebas
(pengembangan karier, gaji dan
motivasi karwayan/staf)
ui = variabel ganguan
Gozali
(2001: 63), menyebutkan model regresi yang baik harus tidak terjadi
multikolieritas, autokorelasi dan heteroskedasstisitas lebih langjut dibuatkan
oleh Gozali (2001: 68) apabila menggunakan data crossection (silang
waktu) autokorelasi relatif tidak terjadi. Dengan demikian uji asumsi klasik
dalam penelitian ini hanya dilakukan uji multikolinieritas dan
heteroskedastisitas.
- Multikolinieritas, uji ini bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan adanya korelasi antara variabel bebas. Untuk mendeteksi adanya multikolonieritas dengan melihat VIF. Jika VIF lebih dari 10 maka terjadi multikolinieritas.
- Heteroskedatisitas, uji bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Untuk mendeteksi adanya heteroskedatisitas dilakukan dengan uji Glejser yaitu meregresikan nilai absolut residual terhadap variabel bebas (Gujarati, 1995; Gozali 2001: 81). Apabila hasil regresi menunjukkan tidak ada satupun variabel bebas yang signifikan terhadap Absolut Ut, maka dapat disimpulkan tidak terjadi heteroskedatisitas.
3.6. Pengujian Hipotesis
Untuk menguji hipotesis yang telah diajukan atau
untuk menguji signifikan estimasi variabel-variabel yang diangkat dalam
penelitian ini dilakukan dengan pengujian t test dan F test:
- ttest, yaitu untuk menguji parameter-parameter dari variabel bebas (pengembangan karier dan gaji terhadap motivasi karyawan/staf dalam meningkatkan produktivitas kerja secara parsial. Uji t digunakan untuk menguji hipotesis ke I dan II.
Rumus t hitung untuk menguji koefisien regresi menurut
Gujarati (1995: 239):
Keterangan:
t = t hitung
β1 = koefisien regresi variabel i
sβ1 = simpangan baku koefisien regresi variabel ke
i
H0: βi =0, = pengembangan karier dan gaji
berpengaruh terhadap motivasi
karyawan/staf dalam meningkatkan produktivitas kerja
Ha: βi ≠
0, = pengembangan karier dan gaji
tidak berpengaruh terhadap motivasi karyawan/staf dalam meningkatkan produktivitas kerja
Apabila
=5% lebih besar dari signifikan hitung, atau t hitung
lebih besar t tabel maka H0
ditolak dan Ha diterima. Artinya pengembangan karier dan gaji
berpangaruh terhadap motivasi karyawan/staf dalam meningkatkanproduktivitas kerja. Dan jika
=5% lebih kecil dari signifikan hitung, atau t hitung lebih kecil dari t tabel maka H0 diterima dan Ha
ditolak. Artinya pengembangan karier dan gaji tidak berpengaruh terhadap
motivasi karyawan/staf dalam meningkatkan produktivitas kerja.
- F test uji ini digunakan untuk menguji secara bersama-sama variabel pengembangan karier dan gaji berpengaruh terhadap motivasi karyawan/staf dalam meningkatkan produktivitas kerja. Uji F digunakan untuk menguji hipotesis ke III.
Rumus F hitung menurut Gujarati (1995:
259) adalah:
Keterangan:
R =
koefisien korelasi ganda
K = jumlah
variabel bebas
n = jumlah
sampel
H0: β1:
β2 : β3
= 0, pengembangan karier dan gaji tidak
berpengaruh terhadap motivasi karyawan/staf dalam meningkatkan produktivitas k
kerja.
Ha: β1:
β2 : β3 ≠ 0, pengembangan karier dan gaji berpengaruh
terhadap motivasi karyawan/staf dalam meningkatkan produktivitas kerja.
Apabila
=5% lebih besar dari signifikan hitung, atau F hitung lebih besar dari F tabel maka H0 ditolak dan Ha
diterima. Artinya pengembangan karier dan gaji
berpengaruh terhadap motivasi karyawan/staf dalam meningkatkan produktivitas kerja kerja secara bersama-sama. Dan jika
=5% lebih kecil dari signifikan hitung, atau F hitung lebih kecil dari F tabel maka H0 diterima dan Ha
ditolak. Artinya pengembangan karier dan gaji tidak berpengaruh terhadap motivasi
karyawan/staf dalam meningkatkan produktivitas kerja.